Peluang UMKM, OJK Rilis Aturan Securities Crowdfunding
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan peluncuran produk penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi atau lebih dikenal dengan Securities Crowdfunding (SCF). Peluncuran aturan ini dijalankan sesuai amanat dalam POJK Nomor 57/POJK.04 Tahun 2020.
Sekedar informasi bahwa ketentuan tersebut menggantikan ketentuan POJK Nomor 37 Tahun 2017 tentang Equity Crowdfunding.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B OJK Ona Retnesti Swaminingrum menyampaikan bahwa peraturan tersebut dirilis sebagai alternatif sumber pendanaan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) unbankable dan pelaku usaha pemula (start-up company) guna menjalankan pengembangan usaha. Selain bersifat ekuitas, menurut POJK 57/POJK.04/2020 tersebut juga mencakup efek bersifat utang.
Tidak menutup kenyataan, masih banyak UKM ataupun perusahaan startup yang belum secara resmi berbadan hukum yang mana perusahaan tersebut belum berstatus Persero (PT.). Oleh karena itu, sebagai regulator penting untuk melakukan penyempurnaan konsep pengaturan Layanan Urun Dana seperti yang sudah diterangkan dalam POJK 57/POJK.04/2020.
Dengan demikian, peraturan tersebut dapat menjadi peluang bagi UKM atau perusahaan start-up dalam memperoleh pendanaan untuk mengembangkan usaha. Sebab, perolehan dana tersebut sudah tidak hanya diberikan kepada PT. Namun, juga perusahaan dalam bentuk lain seperti CV, Koperasi, dan seterusnya juga bisa mendapatkan kesempatan tersebut.
Sekedar informasi, sebelumnya Wimboh Santoso sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempersembahkan penawaran efek baru melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi atau dikenal sebagai Securities Crowdfunding (SCF).
Layanan tersebut menjadi alternatif sumber pendanaan yang mudah, cepat, dan murah bagi kalangan generasi muda dan UKM unbankable guna melakukan pengembangan usaha mereka terutama UKM mitra Pemerintah.
Wimboh Santoso menyampaikan bahwa SCF akan menyediakan pendanaan bagi UMKM penyedia barang dan jasa pemerintah dengan potensi yang cukup besar. Terobosan ini juga dilakukan dengan adanya kolaborasi pemerintah. Tidak hanya itu, Wimboh Santoso juga menyampaikan bahwa kini pengadaan elektronik pemerintah yang melibatkan UMKM tercatat mencapai Rp 74 triliun yang meliputi 160.000 UMKM.
Selain itu, OJK juga telah menetapkan Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) sebagai asosiasi yang menjaga ekosistem industri layanan urun alternatif sumber pendanaan tersebut. Hal ini juga bertujuan menciptakan iklim layanan urun dana yang sehat dengan merumuskan code of conduct dan melakukan pengawasan terhadap anggotanya.
Sekedar mengingatkan bahwa pada peraturan pendanaan yang baru ini, efek yang ditawarkan tidak hanya efek bersifat ekuitas, namun juga memungkinkan penyelenggara dapat menawarkan efek bersifat utang dan sukuk dengan nilai penawaran kurang dari Rp 10 miliar. Bagaimanapun juga efek bersifat ekuitas melarang pelakunya menggunakan lebih dari satu penyelenggara.
Sementara itu, EBUS dilarang melakukan penghimpunan dana baru melalui layanan urun dana sebelum penerbit memenuhi kewajiban kepada pemodal.